Wanita Penuh Inspirasi itu Adalah Ibu...



Menapaki kehidupan di perantauan nan jauh adalah sesuatu yang berat kala teringat orang tua, terutama ibu. Kenapa ? Bagi saya, ibu adalah orang yang selalu memotivasi sekaligus menginspirasi dalam setiap sendi kehidupan yang saya jalani. Terlebih lagi ketika saya sudah mulai berumah tangga, betapa terasa sekali bahwa apa-apa yang dinasehatkan dan diajarkan ibu dulu sangat bermanfaat. Terlahir dari keluarga “cemara” yang sederhana, kami sempat berpindah-pindah rumah kontrakan kala itu. Sampai diusir yang punya rumah juga pernah, bukan karena telat bayar tetapi karena ada seseorang yang tidak suka dengan larisnya dagangan di warung ibu saya. Aneh memang, tapi inilah kehidupan. Kita tak bisa memaksakan semua orang untuk menyukai apa yang ada pada diri kita.
Menghidupi 3 orang anak dengan kondisi tak punya apa-apa waktu nikah, cerita ibu saya kala itu bapak pun juga tak punya apa-apa ibarat bahasa sekarang “belum mapan”. Tak menyurutkan perjuangan seorang ibu demi keluarga, dapur tetap mengepul. Ibu yang telah terbiasa dengan berjualan sejak masih kecil, membuatku  terinspirasi mengikuti jejaknya. Hehehe... Saya belajar “membantu orang tua sejak dini”, wirausaha kecil-kecil cabai rawit.

Ibu sempat berganti-ganti jualan, mulai dari es dawet, rujak, gorengan sampai pada akhirnya modal terkumpul dan buka warung makan (nasi rames) gitu. Setelah berpindah-pindah domisili, kami menemukan satu tempat yang menjadi tempat bernaung keluarga saya hingga sekarang. Sebuah kawasan pinggir kota, di daerah Yogyakarta menjadi pilihan kami. Sekitar 45 menit dari pusat kota Jogja, namun hanya 10 menit dari bandara udara. So, tempat ini menjadi incaran banyak orang untuk membangun rumah tinggal di era kini. Daerahnya masih sejuk karena masih banyak sawah, tetapi cukup ramai untuk mengais rejeki. Di dekat tempat tinggal kami terdapat kampus dan juga beberapa pabrik, hal ini lah yang menjadi alasan bapak ibu memilih membangun rumah di kawasan ini.

Waktu memang telah berlalu namun saya selalu ingat, sejak kecil sudah diajarin bantu ibu jualan. Banyak pembeli yang terheran-heran, sebab kala itu saya masih duduk di bangku kelas 1 SD sudah bisa dan tak malu bantu ibu jualan. Mulai dari membuat minuman, membersihkan meja makan, mengantarkan pesanan ke meja dan semua aktivitas yang sekiranya bisa saya bantu untuk ibu. Kini roda telah berputar jauh, saya sudah menikah dan harus tinggal bersama suami. Kami pun terpisah jarak lautan, Pulau Jawa dan Kalimantan. Jangankan rindu, teramat sangat sesak dada kalau ingat ibu dan segala aktivitas bersama beliau kangen berat pokoknya.
Saya masih ingat dulu ketika remaja atau kuliah, sering ngambek dan marah-marah karena tidak bisa pergi bermain. Saya harus membantu ibu jualan di warung disaat teman-teman bebas bermain atau sekedar jalan-jalan. Akan tetapi saya jadi terbiasa disiplin dari ibu, bangun pagi sebelum sekolah atau kuliah saya membantu beberes warung. Pagi sampai siang sekolah, baru pulang sekolah bantu ibu lagi yang kebetulan waktu itu keluarga juga buka warung makan penyetan di malam hari. Di sela-sela membantu ibu di warung, saya pegang buku untuk belajar atau mengerjakan PR. Terlebih waktu kuliah, agak terkuras waktu untuk kuliah, jadi saya kadang-kadang bisa full bantu ibu kalau Sabtu atau saat tidak ada jam kuliah.

Ibu tidak pernah memaksakan saya untuk membantunya ketika saya butuh waktu untuk belajar. Kini saya menyadari ternyata semua yang diajarkan ibu bermanfaat saat saya dewasa. Karena ibu, saya lebih mandiri, bahkan ketika suami saya belum dapat pekerjaan saya tak malu tak sungkan untuk membantunya cari uang. Yup, saya jualan bermodalkan keberanian dan keluwesan melayani konsumen semua karena ibu. Saya mengenal beberapa resep masakan, bumbu dapur, belanja ke pasar bahkan berbincang dengan konsumen semua karena ibu. Banyak pokoknya pelajaran berharga yang pasti kita dapatkan karena ibu. Jangan sia-siakan, karena wanita penuh inspirasi itu adalah ibu.

#saliha
#karenaibu
#kompetisiblogsaliha





Comments

Popular Posts